Selasa, 26 April 2011

Tokoh Perempuan Indonesia Selain Kartini

image credit: cakrabuanacinta.wordpress.com


Jika seorang Raden Ajeng Kartini baru bisa berdiskusi, bermimpi ingin ini dan itu, surat menyurat, dan mengajar di kediamannya, maka para perempuan Aceh sudah berjihad di belantara hutan memerangi kaum kafirin bersama-sama para Mujahidin prianya.

Mereka adalah

Laksamana Malahayati yang gagah berani dalam memimpin armada laut Kerajaan Aceh Darussalam melawan Portugis;

Cut Nyak Din yang memimpin perang melawan Belanda setelah suaminya, Teuku Umar, syahid;

Teungku Fakinah, seorang ustadzah yang memimpin resimen laskar perempuan dalam perang melawan Belanda, usai perang Fakinah mendirikan pusat pendidikan Islam bernama Dayah Lam Diran;

Cut Meutia, yang selama 20 tahun memimpin perang gerilya dalam belukar hutan Pase yang akhirnya menemui syahid karena Meutia bersumpah tidak akan menyerah hidup-hidup kepada kape Belanda;

Pocut Baren, seorang pemimpin gerilya yang sangat berani dalam perang melawan Belanda di tahun 1898-1906; Pocut Meurah Intan, yang juga sering disebut dengan nama Pocut Biheu, bersama anak-anaknya—Tuanku Muhammad, Tuanku Budiman, dan Tuanku Nurdin—berperang melawan Belanda di hutan belukar hingga tertawan setelah terluka parah di tahun 1904; namanya diabadikan menjadi nama sebuah resimen laskar perempuan Aceh “Resimen Pocut Baren” yang merupakan bagian dari Divisi Pinong di Aceh semasa revolusi fisik melawan Belanda. Resimen perempuan Aceh ini sangat ditakuti Belanda karena terkenal tidak pernah mundur atau pun melarikan diri dalam setiap pertempuran. Mereka bahkan pantang menyerah hidup-hidup kepada penjajah.

Cutpo Fatimah, teman seperjuangan Cut Meutia, puteri ulama besar Teungku Chik Mata Ie yang bersama suaminya bernama Teungku Dibarat melanjutkan perang setelah Cut Meutia syahid, hingga dalam pertempuran tanggal 22 Februari 1912, Cutpo Fatimah dan suaminya syahid bertindih badan diterjang peluru Belanda.

Kita tentu masih ingat kalau Majapahit sebagai kerajaan yang pernah menguasai hampir seluruh kawasan Asia Tenggara hingga ke Formosa dibagian utara dan Madagaskar di barat, ternyata dalam silsilah kerajaan Majapahit pernah diperintah 2 dua perempuan masing-masing Tribhuwanatunggadewi (1328-1350) M”. dan Kusuma Wardhani (1389-1429) M.
Catatan sejarah yang lebih tua dari Majapahit dikenal pula sosok perempuan sebagai panutan yang sangat dihormati yaitu Fatimah Binti Ma’mun. Nama tokoh ini ditemukan dalam prasasti makam yang terletak di Leran (dekat Gresik) dalam prasasti tersebut selain nama, juga keterangan wafat yaitu tahun 1028 M .

Bukan hanya itu dalam catatan sejarah, dikenal juga wanita kesohor dari kerajaan Kalingga (Holing/Keling), masa keemasan kerajaan ini justru berpuncak ketika Ratu Sima berkuasa yang diperkirakan berlangsung pada abad VII M. Dalam masa itu menurut sejarah, rakyat sungguh-sungguh sangat merasakan nuansa kemakmuran dan keadilan. Hal tersebut ditandai dengan pembangunan gapura penerang disetiap persimpangan jalan yang bertatahkan emas tanpa ada yang berniat apalagi nekat melakukan pencurian sebagaimana dikekinian yang meski tersembunyi, dijaga ketat dan disertai ancaman hukuman berat, toh juga dapat diterobos dengan modus korupsi dan sejenisnya.

Putri Ta’dampali dari istana kerajaan Luwu yang dibuang ke daerah Wajo karena mengidap penyakit lepra. Ditempat pembuangannya bukan saja dapat sembuh konon dengan jilatan seekor kerbau, Putri Ta’dampali juga ternyata sukses menyulap daerah Wajo menjadi kerajaan besar laksana baldatun tayyibatun warabbun gafuur.

Kitab lontara karangan legendaris Lagaligo yang sangat mashur dalam dunia kesusastraan kuno ternyata tidak punya nilai seagung itu, seandainya tanpa sentuhan tangan Colli Pujie, lagi-lagi seorang perempuan yang penulis kira sulit dicari tandingannya di masa kini. Dialah yang tekun mengumpulkan serpihan lontara Lagaligo lalu ditulisnya kembali hingga menjadi kitab utuh yang sangat monumental di seantero dunia

Sultanah Safiatudin dikenal sebagai sosok yang sangat pintar dan aktif mengembangkan ilmu pengatetahuan. Selain bahasa Aceh dan Melayu, dia menguasai bahasa Arab, Persia, Spanyol dan Urdu. Di masa pemerintahannya, ilmu dan kesusastraan berkembang pesat. Ketika itulah lahir karya-karya besar dari Nuruddin ar-Raniry, Hamzah Fansuri, dan Abdur Rauf. Ia juga berhasil menampik usaha-usaha Belanda untuk menempatkan diri di daerah Aceh.

Tokoh wanita kedua yang disebut Harsja Bachriar adalah Siti Aisyah We Tenriolle. Wanita ini bukan hanya dikenal ahli dalam pemerintahan, tetapi juga mahir dalam kesusastraan. B.F. Matthes, orang Belanda yang ahli sejarah Sulawesi Selatan, mengaku mendapat manfaat besar dari sebuah epos La-Galigo, yang mencakup lebih dari 7.000 halaman folio. Ikhtisar epos besar itu dibuat sendiri oleh We Tenriolle. Pada tahun 1908, wanita ini mendirikan sekolah pertama di Tanette, tempat pendidikan modern pertama yang dibuka baik untuk anak-anak pria maupun untuk wanita.

Dewi Sartika (1884-1947) bukan hanya berwacana tentang pendidikan kaum wanita. Ia bahkan berhasil mendirikan sekolah yang belakangan dinamakan Sakola Kautamaan Istri (1910) yang berdiri di berbagai tempat di Bandung dan luar Bandung. Rohana Kudus (1884-1972) melakukan hal yang sama di kampung halamannya. Selain mendirikan Sekolah Kerajinan Amal Setia (1911) dan Rohana School (1916), Rohana Kudus bahkan menjadi jurnalis sejak di Koto Gadang sampai saat ia mengungsi ke Medan. Ia tercatat sebagai jurnalis wanita pertama di negeri ini.

*Disarikan dari berbagai sumber

Sabtu, 23 April 2011

Ondenesia?! :)

Suatu hari saya terlibat obrolan dengan salah seorang anak tetangga yang berusia 4-5 tahunan… Ia terus berceloteh,

Ammah, kalo nanti kakak ke Ondenesia…bla..bla..bla…”

Seperti biasanyak, saya tanggapi setiap celotehannya

Ammah, di Ondenesia itu ada…. Bla..bla..bla…”

Setelah kesekian kalinya anak itu berkata “Ondenesia” saya pun baru ngeh jika anak ini salah mengucap kata Indonesia, tanah airnya sendiri…he…he…

Lalu saya coba mengoreksi kata-katanya (dalam hati saya bergumam, ini anak Indonesia, kok salah mengucap nama tanah airnya sendiri,,,ckckck, wah tidak bisa dibiarkan :p)

“kakak, bukan Ondensia, tapi Indonesia”

Dia lalu tersenyum…

Tapi tetap saja kalo bicara dia keceletot lagi, Ondenesia lagi deh dibilangnya…

Terang saja anak tersebut mengucap Ondenesia, karena dia bersekolah di Daycare-nya Daar Adz Dikr (semacam sekolah atau kursus bahasa arab untuk perempuan non arab). Disana bahasa yang digunakan bahasa Arab.. dan dalam bahasa Arab kata Indonesia jadi Andunisia…

Ketika kita belajar bahasa arab, mengucap kata Indonesia biasanya disalahkan, yang benar Andunesiy (untuk kebangsaan) dan Andunisia (untuk Negara)

Jumat, 22 April 2011

Apa sesungguhnnya yang diperjuangkan Kartini?


Disarikan dari artikel Kartini Bukan “Pahlawan Emansipasi” karya Andi Perdana G yang dipublikasikan di eramuslim.com

“Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pen

didikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-lakidalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya:menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama. [Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902].

Dalam buku "Habis Gelap Terbitlah Terang" Kartini adalah sosok yang berani menentang adat-istiadat yang kuat di lingkungannya. Dia menganggap setiap manusia sederajat sehingga tidak seharusnya adat-istiadat membedakan berdasarkan asal-usul keturunannya. Memang, pada awalnya Kartini begitu mengagungkan kehidupan liberal di Eropa yang tidak dibatasi tradisi sebagaimana di Jawa. Namun, setelah sedikit mengenal Islam, pemikiran Kartini pun berubah, yakni ingin menjadikan Islam sebagai landasan dalam pemikirannya.

Kita dapat menyimak pada komentar Kartini ketika bertanya pada gurunya, Kyai Sholeh bin Umar, seorang ulama besar dari Darat Semarang, sebagai berikut: "Kyai, selama kehidupanku baru kali inilah aku sempat mengerti makna dan arti surat pertama dan induk al-Quran yang isinya begitu indah menggetarkan sanubariku. Maka bukan bualan rasa syukur hatiku kepada Allah. Namun aku heran tak habis-habisnya, mengapa para ulama saat ini melarang keras penerjemahan dan penafsiran al-Quran dalam bahasa Jawa? bukankah al-Quran itu justru kitab pimpinan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?”.

Demikian juga dalam surat Kartini kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902 yang isinya memuat, “Moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat umat agama lain memandang agama Islam patut disukai.”

Selain itu Kartini mengkritik peradaban masyarakat Eropa dan menyebutnya sebagai kehidupan yang tidak layak disebut sebagai peradaban, bahkan ia sangat membenci Barat. Hal ini diindikasikan dari surat Kartini kepada Abendanon, 27 Oktober 1902 yang isinya berbunyi, “Sudah lewat masamu, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, apakah Ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah Ibu menyangkal bahwa di balik sesuatu yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal-hal yang sama sekali tidak patut disebut peradaban?”

Selanjutnya di tahun-tahun terakhir sebelum wafat ia menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang bergolak di dalam pemikirannya. Ia mencoba mendalami ajaran yang dianutnya, yaitu Islam. Pada saat Kartini mempelajari Islam dalam arti yang sesungguhnya dan mengkaji isi Al-Qur’an melalui terjemahan bahasa Jawa, Kartini terinspirasi dengan firman Allah SWT (yang artinya), “…mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman) (QS al-Baqarah [2]: 257),” yang diistilahkan Armyn Pane dalam tulisannya dengan, “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Selain itu Kartini mengkritik peradaban masyarakat Eropa dan menyebutnya sebagai kehidupan yang tidak layak disebut sebagai peradaban, bahkan ia sangat membenci Barat. Hal ini diindikasikan dari surat Kartini kepada Abendanon, 27 Oktober 1902 yang isinya berbunyi, “Sudah lewat masamu, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, apakah Ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah Ibu menyangkal bahwa di balik sesuatu yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal-hal yang sama sekali tidak patut disebut peradaban?”

Kartini adalah sosok yang mengajak setiap perempuan memegang teguh ajaran agamanya dan meninggalkan ide kebebasan yang menjauhkan perempuan dari fitrahnya. Beberapa surat Kartini di atas setidaknya menunjukan bahwa Kartini berjuang dalam kerangka mengubah keadaan perempuan pada saat itu agar dapat mendapatkan haknya, di antaranya menuntut pendidikan dan pengajaran untuk kaum perempuan yang juga merupakan kewajibannya dalam Islam,bukan berjuang menuntut kesetaraan (emansipasi) antara perempuan dan pria sebagaimana yang diklaim oleh para pengusung ide feminis.

Selasa, 19 April 2011

Satu Tahun Aufa


18 April 2010

Buah hati yang dirindukan itu telah lahir

Seorang perempuan mungil

Yang kami harapkan kelak menjadi seorang Muslimah shalehah,

mujahidah tangguh di tengah riuh dunia fana,

Penyejuk mata kami, dan

Yang senantiasa menjaga diri dari dosa, Aufa Iffatunnisa



رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِن ذُرِّيَّتِنَآ أُمَّةً مُّسْلِمَةً لَّكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَآ إِنَّكَ أَنتَ التَّوَّابُ الرَّحِيم

ربِّ هَبْ لِى مِن لَّدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَآءِ

ربِّ هَبْ لِى مِنَ الصَّـلِحِينِ

ربِّ اجْعَلْنِى مُقِيمَ الصَّلوةِ وَمِن ذُرِّيَتِى رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَآءِ

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَجِنَا وَذُرِّيَّـتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَإِمَاماً

18 April 2011

Ya habibatuna, di usia satu tahun ini doa Ayah dan ummi tetap sama…

Semoga Allah senantiasa menjagamu agar senantiasa dalam ridla-Nya, menjadi anak yang shalehah, menjadi Qurrata a’yun bagi ayah dan ummi, menjadi pribadi yang bermanfaat bagi ummat, senantiasa menjaga diri dari dosa, menutup usia dengan khusnul khatimah, dan semoga Allah mengumpulkan kita bersama di Jannah-Nya kelak..Aamin