Minggu, 20 Februari 2011
Seputar Isu Lingkungan di Riyadh
Sabtu, 05 Februari 2011
Fenomena Popok Sekali Pakai dan Dampaknya terhadap Lingkungan
Ketika berbagai Negara hangat dengan isu ‘ramah lingkungan’ , namun secara statistik saat ini popok sekali pakai (Pospak) masih menjadi pilihan utama para orang tua semenjak tahun 90-an. Praktis, adalah alasan utama para ibu dalam menggunakan Pospak. Apalagi bagi ibu-ibu yang tinggal di Saudi, harga Pospak disini lebih murah dibandingkan dengan di Indonesia. Namun, berbagai studi menyebutkan bahwa penggunaan Pospak ini menimbulkan dampak, diantaranya adalah dampak kesehatan (walaupun masih kontroversi) dan lingkungan.
Berikut ini, berbagai fakta mengenai pospak (disposable diapers):
- Setelah dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), sampah Pospak memerlukan waktu 300 tahun untuk terdekomposisi (terurai). Sumber: Natural-Environment.com.
- 95% Keluarga di Amerika memilih menggunakan Pospak, dan 18 miliar sampah Pospak terkumpul di TPA. Sumber: ABC News
- Penelitian di eropa menyebutkan bahwa sampah Pospak ini mencapai 15% dari total timbulan sampah.
- Lebih dari 82.000 ton plastik dan 250.000 pohon digunakan untuk memproduksi Pospak setiap tahunnya. Sumber: Natural-Environment.com
Seiring dengan berjalannya waktu, popok kain tradisional telah bertransformasi dan dimodifikasi sedemikian rupa menyerupai Pospak. Walaupun harga agak lebih mahal dibandingkan dengan Pospak, namun dalam pemakaian jangka panjang, pemakaian clodi ini lebih jauh lebih hemat.
Kekurangan dan Kelebihan pospak dan popok kain:
Jenis Popok | Kelebihan | Kekurangan |
Pospak | 1. Lebih Praktis (langsung buang) 2. Daya serap yang baik, hingga bisa bertahan beberapa jam. | 1. Tidak ramah lingkungan 2. Boros 3. Pada beberapa anak sering menimbulkan ruam popok 4. Kontroversi efek kesehatan yang ditimbulkan |
Popok Kain (Clodi) | 1. Lebih ramah lingkungan karena dapat digunakan kembali 2. Lebih hemat | 1. Lebih Merepotkan, karena harus dicuci dengan perawatan khusus; dicuci tanpa pewangi, pelembut dan pemutih,serta tidak boleh disetrika. 2. Memerlukan banyak air dan energy untuk mencuci |
Para ilmuwan dan pakar lingkungan menjelaskan bahwa, berdasarkan riset-riset yang sudah dilakukan dan pertimbangan dampak terhadap kesehatan serta lingkungan, hingga saat ini popok kain atau Clodi merupakan pilihan terbaik untuk digunakan anak. (Sumber: greenamerica.org)
Jika para ibu yang dicintai Allah, kesulitan sepenuhnya menggunakan Clodi, gunakan bersamaan dengan Pospak. Dan jika masih belum bisa menggunakan clodi, maka pilihlah Pospak yang paling Biodegradable (mudah terurai). Dengan seperti itu, insyaAllah niat dan upaya kita untuk ramah terhadap lingkungan akan Allah catat. Meskipun kontribusi ini nilainya hanya seujung kuku.
Wallahu’alam, semoga bermanfaat.
*tulisan ini juga dipublikasikan di buletin Annisa PIP PKS Riyadh.
Selasa, 01 Februari 2011
Teh Nur, Sosok Guru Ikhlas nan Sungguh-sungguh
Nurharifah Ruswari, Ia adalah guru mengaji saya ketika masih kecil dulu. Bermula di sebuah ruang tamu, Ia mulai mengajar beberapa anak komplek baca tulis Qur’an. Saat itu Ia masih duduk di bangku kuliah. Semangatnya untuk berbagi ilmu luar biasa. Perawakannya yang kecil mungil, sangat berbeda dengan karakternya yang tegas dan berkeinginan kuat. Awalnya hanya beberapa gelintir anak saja yang belajar mengaji padanya. Hanya belajar iqro dan Al qur’an saja. Namun seiring dengan berjalannya waktu, semakin banyak anak-anak yang tertarik, dan ibu-ibu yang menitipkan anaknya untuk belajar membaca Qur’an Termasuk saya, saya diajak oleh seorang teman untuk belajar Qur’an di rumah beliau yang akrab kami sapa Teh Nur ini.
Ketika anak-anak semakin banyak, akhirnya pindahlah kami ke sebuah mushala di samping ruang tamu rumahnya. Pengajar pun bertambah, tidak hanya Ia sendiri. Waktupun bergulir hingga pada akhirnya tempat kami ini memiliki nama, TPA Qurrata A’yun. Walaupun secara administratif kami tidak terdaftar di BKPRMI, namun semangat guru-guru kami untuk menjadikan kami ’penyejuk mata’ bagi orang tua tidak kalah dengan TPA-TPA lainnya.
Setiap kami datang ke mushala tersebut, yang pertama kami lakukan adalah menaruh sebuah kartu baca Qur’an kepada guru kami. Sambil menunggu untuk dipanggil mengaji, kami menuliskan ayat-ayat qur’an dimulai dari lembaran akhir Al Qur’an. Setelah semua anak selesai menulis dan membaca qur’an, lalu kami mulai menghafal qur’an dari ayat-ayat pilihan, juz 30 dan ayat-ayat awal Al baqarah. Begitu setiap hari, selepas maghrib, aktivitas sebagian anak-anak di komplek rumah.
Mengaji di rumahnya begitu menyenangkan dan menarik bagi kami, karena setiap anak diberikan buku Iqro gratis, kemudian jika selesai Iqro 6, maka setiap anak diberikan mushaf Al Quran, setiap selesai satu juz, kita selalu mendapatkan hadiah spidol. Selain itu, Masya Allah yang tidak kalah menarik, beliau ini mengajar kami tidak hanya pada jam mengaji saja, beliau pun bermain bersama kami di waktu luangnya. Kami belajar bahasa Inggris, belajar ilmu matematika yang sangat mudah dimengerti jika Ia yang mengajarkannya, diajarkannya kami nasyid, membaca puisi dan memainkan peran dalam drama-drama cerita islami. Diajaknya kami rihlah, lari pagi setelah subuh, keliling mengenal masjid-masjid disekitar rumah kami. Sehingga anak-anak pun merasa sangat nyaman bermain disana, di mushala kami tercinta. Mushala kami ini sudah seperti rumah kedua kami.
Kami dididiknya hingga kami merasa malu jika kami memakai baju yang minim (rok atau celana diatas lutut, padahal saya masih kelas 3 SD ketika itu), merasa malu jika melakukan perbuatan-perbuatan yang ’nakal’. Kami dididiknya hingga kami tahu bahwa pacaran dalam Islam itu haram, bahwa memakai jilbab itu wajib bagi yang sudah baligh. Bahwa mencari ilmu dan membaca itu adalah suatu kenikmatan.
Di bulan Ramadhan, kami mengaji setiap setelah shubuh, secara tidak langsung kami dididik untuk tidak tidur setelah shalat shubuh. Lalu dimotivasinya kami untuk khatam membaca Al Qur’an. Diajarkan pula kami untuk beritikaf dan bermuhasabah di bulan ramadhan ini, momen masa kecil yang sungguh sangat berkesan.
Kami begitu dekat satu sama lain, Ia tidak hanya berperan sebagai guru bagi kami, tapi Ia adalah juga sahabat, sekaligus seorang kakak. Begitulah kami merasakan didikannya selama kurang lebih 5-6 tahun lamanya... Bagi saya didikannya begitu membekas. Kami begitu mencintainya. Suatu hari, Saya masih ingat ketika guru kami ini mengalami keguguran, kami menjenguknyai di Rumah sakit. Ketika itu kami semua menangis tersedu-sedu karena tak tega melihatnya terbaring dengan infus ditangannya. Kami begitu mencintainya, hingga ketika Ia harus pergi bersama suaminya keluar kota, kamipun melepas kepergiannya dengan tangisan kami. Setelah kepergiannya itu tidak ada lagi TPA yang mewarnai masa anak-anak seperti yang telah kami lalui...
Didikan Teh Nur begitu membekas di dalam benak kami. Setulus hati kami menghormati beliau, hingga setiap mengingatnya, teriring doa agar semua yang telah beliau lakukan menjadi amal jariyah yang mampu mengantarkannya ke Surga Allah SWT. Semoga, akan selalu ada Teh Nur Teh Nur yang lain di setiap zaman. Mereka yang dengan ikhlas dan penuh gairah, menjadi pengajar sekaligus tauladan… Guru kehidupan bagi murid-muridnya…
Riyadh, 10-10-10