Minggu, 20 Februari 2011

Seputar Isu Lingkungan di Riyadh

Tulisan ini bukan tulisan ilmiah, hanya mencoba berbagi dari yang teramati oleh mata… J

Plastiknya Buaanyaak Bangeettt!!!
Ketika berbagai Negara hangat dengan isu ‘ramah lingkungan’ berbagai kampanye dilancarkan, seperti non plastic bag campaign dsb. Bahkan di Indonesia pun mulai ramai-ramai mengurangi jumlah timbulan sambah. Nah yang mengejutkan, justru di Saudi sini, fenomena penggunaan plastik luar biasa massive. Jika anda berbelanja ke supermarket, untuk belanja bulanan mungkin anda akan mendapatkan kantong plastik tidak kurang dari 6 sampai 7 plastik. Itu terjadi tidak hanya di satu supermarket tapi hampir di semua supermarket.


Fenomena Pospak
“Popok sekali pakai di sini terhitung murah dibandingkan dengan di Indonesia” Begitu kata ibu-ibu disini, jadi sebagian besar ibu-ibu disini jarang sekali memakaikan popok kain, langsung pakai pospak dari baru lahir (bahkan sejak di Rumah Sakit, dikasih gratisan). Selain alasan murah, alasan utama lainnya adalah; PRAKTIS. Beberapa ibu-ibu yang ingin memakaikan cloth diapers harus ‘import’ dari Indonesia.

Kebersihan Jalan dan Fasilitas Umum à Yang ini Udah OK.
Kalo untuk kebersihan jalanan, sudah lumayan bagus. Sampah setiap pagi selalu diangkut, jalan-jalan disikat setiap pagi.

Drainase
Ini dia, semenjak dua tahun terakhir ini di Saudi jadi sering sekali hujan (di musim dingin tentunya), padahal sebelumnya setahun bisa satu atau dua kali hujan (itupun gerimis)…
karena iklim gurun ini mungkin desain di dalam rumah-rumah dan perkantoran disini ga ada penadah air hujan, atau saluran untuk air hujan seperti di Indonesia, terus perasaan kemiringan lantai juga kurang diperhatikan, jadi sekalinya hujan jadi becek, walaupun hujannya ga sebesar di Indonesia. Kalo drainase kota ada tentunya.
Dua tahun terakhir ini, sekalinya terjadi hujan, jadi sering becek bahkan banjir (karena di riyadh ini banyak jalan2 underpass gitu, kalo di kita yang ada jalan layang)…. Di sekolah-sekolah beberapa kali libur karena hujan, katanya sih alasannya karena ada pembersihan bangunan dari air-air yang tergenang. Untuk ke depannya, sepertinya perlu ada pembenahan drainase terkait perubahan iklim yang terjadi. Karena hujan dua jam saja bisa langsung banjir…

Tong Sampah dan pemilahan sampah
Di Saudi, tong sampah di perumahan-perumahan tidak di pisah, nah kalau di rumah sakit, yang saya amati dipisah antara sampah medis dan sampah domestik. Sampah domestic warna plastiknya biru, sampah medis warna plastiknya kuning.

Sabtu, 05 Februari 2011

Fenomena Popok Sekali Pakai dan Dampaknya terhadap Lingkungan


Ketika berbagai Negara hangat dengan isu ‘ramah lingkungan’ , namun secara statistik saat ini popok sekali pakai (Pospak) masih menjadi pilihan utama para orang tua semenjak tahun 90-an. Praktis, adalah alasan utama para ibu dalam menggunakan Pospak. Apalagi bagi ibu-ibu yang tinggal di Saudi, harga Pospak disini lebih murah dibandingkan dengan di Indonesia. Namun, berbagai studi menyebutkan bahwa penggunaan Pospak ini menimbulkan dampak, diantaranya adalah dampak kesehatan (walaupun masih kontroversi) dan lingkungan.

Berikut ini, berbagai fakta mengenai pospak (disposable diapers):

  1. Setelah dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), sampah Pospak memerlukan waktu 300 tahun untuk terdekomposisi (terurai). Sumber: Natural-Environment.com.
  2. 95% Keluarga di Amerika memilih menggunakan Pospak, dan 18 miliar sampah Pospak terkumpul di TPA. Sumber: ABC News
  3. Penelitian di eropa menyebutkan bahwa sampah Pospak ini mencapai 15% dari total timbulan sampah.
  4. Lebih dari 82.000 ton plastik dan 250.000 pohon digunakan untuk memproduksi Pospak setiap tahunnya. Sumber: Natural-Environment.com


Seiring dengan berjalannya waktu, popok kain tradisional telah bertransformasi dan dimodifikasi sedemikian rupa menyerupai Pospak. Walaupun harga agak lebih mahal dibandingkan dengan Pospak, namun dalam pemakaian jangka panjang, pemakaian clodi ini lebih jauh lebih hemat.


Kekurangan dan Kelebihan pospak dan popok kain:

Jenis Popok

Kelebihan

Kekurangan

Pospak

1. Lebih Praktis (langsung buang)

2. Daya serap yang baik, hingga bisa bertahan beberapa jam.

1. Tidak ramah lingkungan

2. Boros

3. Pada beberapa anak sering menimbulkan ruam popok

4. Kontroversi efek kesehatan yang ditimbulkan

Popok Kain (Clodi)

1. Lebih ramah lingkungan karena dapat digunakan kembali

2. Lebih hemat

1. Lebih Merepotkan, karena harus dicuci dengan perawatan khusus; dicuci tanpa pewangi, pelembut dan pemutih,serta tidak boleh disetrika.

2. Memerlukan banyak air dan energy untuk mencuci

Para ilmuwan dan pakar lingkungan menjelaskan bahwa, berdasarkan riset-riset yang sudah dilakukan dan pertimbangan dampak terhadap kesehatan serta lingkungan, hingga saat ini popok kain atau Clodi merupakan pilihan terbaik untuk digunakan anak. (Sumber: greenamerica.org)


Jika para ibu yang dicintai Allah, kesulitan sepenuhnya menggunakan Clodi, gunakan bersamaan dengan Pospak. Dan jika masih belum bisa menggunakan clodi, maka pilihlah Pospak yang paling Biodegradable (mudah terurai). Dengan seperti itu, insyaAllah niat dan upaya kita untuk ramah terhadap lingkungan akan Allah catat. Meskipun kontribusi ini nilainya hanya seujung kuku.


Wallahu’alam, semoga bermanfaat.

*tulisan ini juga dipublikasikan di buletin Annisa PIP PKS Riyadh.

Selasa, 01 Februari 2011

Teh Nur, Sosok Guru Ikhlas nan Sungguh-sungguh

Nurharifah Ruswari, Ia adalah guru mengaji saya ketika masih kecil dulu. Bermula di sebuah ruang tamu, Ia mulai mengajar beberapa anak komplek baca tulis Qur’an. Saat itu Ia masih duduk di bangku kuliah. Semangatnya untuk berbagi ilmu luar biasa. Perawakannya yang kecil mungil, sangat berbeda dengan karakternya yang tegas dan berkeinginan kuat. Awalnya hanya beberapa gelintir anak saja yang belajar mengaji padanya. Hanya belajar iqro dan Al qur’an saja. Namun seiring dengan berjalannya waktu, semakin banyak anak-anak yang tertarik, dan ibu-ibu yang menitipkan anaknya untuk belajar membaca Qur’an Termasuk saya, saya diajak oleh seorang teman untuk belajar Qur’an di rumah beliau yang akrab kami sapa Teh Nur ini.

Ketika anak-anak semakin banyak, akhirnya pindahlah kami ke sebuah mushala di samping ruang tamu rumahnya. Pengajar pun bertambah, tidak hanya Ia sendiri. Waktupun bergulir hingga pada akhirnya tempat kami ini memiliki nama, TPA Qurrata A’yun. Walaupun secara administratif kami tidak terdaftar di BKPRMI, namun semangat guru-guru kami untuk menjadikan kami ’penyejuk mata’ bagi orang tua tidak kalah dengan TPA-TPA lainnya.

Setiap kami datang ke mushala tersebut, yang pertama kami lakukan adalah menaruh sebuah kartu baca Qur’an kepada guru kami. Sambil menunggu untuk dipanggil mengaji, kami menuliskan ayat-ayat qur’an dimulai dari lembaran akhir Al Qur’an. Setelah semua anak selesai menulis dan membaca qur’an, lalu kami mulai menghafal qur’an dari ayat-ayat pilihan, juz 30 dan ayat-ayat awal Al baqarah. Begitu setiap hari, selepas maghrib, aktivitas sebagian anak-anak di komplek rumah.

Mengaji di rumahnya begitu menyenangkan dan menarik bagi kami, karena setiap anak diberikan buku Iqro gratis, kemudian jika selesai Iqro 6, maka setiap anak diberikan mushaf Al Quran, setiap selesai satu juz, kita selalu mendapatkan hadiah spidol. Selain itu, Masya Allah yang tidak kalah menarik, beliau ini mengajar kami tidak hanya pada jam mengaji saja, beliau pun bermain bersama kami di waktu luangnya. Kami belajar bahasa Inggris, belajar ilmu matematika yang sangat mudah dimengerti jika Ia yang mengajarkannya, diajarkannya kami nasyid, membaca puisi dan memainkan peran dalam drama-drama cerita islami. Diajaknya kami rihlah, lari pagi setelah subuh, keliling mengenal masjid-masjid disekitar rumah kami. Sehingga anak-anak pun merasa sangat nyaman bermain disana, di mushala kami tercinta. Mushala kami ini sudah seperti rumah kedua kami.

Kami dididiknya hingga kami merasa malu jika kami memakai baju yang minim (rok atau celana diatas lutut, padahal saya masih kelas 3 SD ketika itu), merasa malu jika melakukan perbuatan-perbuatan yang ’nakal’. Kami dididiknya hingga kami tahu bahwa pacaran dalam Islam itu haram, bahwa memakai jilbab itu wajib bagi yang sudah baligh. Bahwa mencari ilmu dan membaca itu adalah suatu kenikmatan.

Di bulan Ramadhan, kami mengaji setiap setelah shubuh, secara tidak langsung kami dididik untuk tidak tidur setelah shalat shubuh. Lalu dimotivasinya kami untuk khatam membaca Al Qur’an. Diajarkan pula kami untuk beritikaf dan bermuhasabah di bulan ramadhan ini, momen masa kecil yang sungguh sangat berkesan.

Kami begitu dekat satu sama lain, Ia tidak hanya berperan sebagai guru bagi kami, tapi Ia adalah juga sahabat, sekaligus seorang kakak. Begitulah kami merasakan didikannya selama kurang lebih 5-6 tahun lamanya... Bagi saya didikannya begitu membekas. Kami begitu mencintainya. Suatu hari, Saya masih ingat ketika guru kami ini mengalami keguguran, kami menjenguknyai di Rumah sakit. Ketika itu kami semua menangis tersedu-sedu karena tak tega melihatnya terbaring dengan infus ditangannya. Kami begitu mencintainya, hingga ketika Ia harus pergi bersama suaminya keluar kota, kamipun melepas kepergiannya dengan tangisan kami. Setelah kepergiannya itu tidak ada lagi TPA yang mewarnai masa anak-anak seperti yang telah kami lalui...

Didikan Teh Nur begitu membekas di dalam benak kami. Setulus hati kami menghormati beliau, hingga setiap mengingatnya, teriring doa agar semua yang telah beliau lakukan menjadi amal jariyah yang mampu mengantarkannya ke Surga Allah SWT. Semoga, akan selalu ada Teh Nur Teh Nur yang lain di setiap zaman. Mereka yang dengan ikhlas dan penuh gairah, menjadi pengajar sekaligus tauladan… Guru kehidupan bagi murid-muridnya…


Riyadh, 10-10-10