Kamis, 24 Maret 2011

Deadliners..

“Koreksi akhir majalah PENA. Deadline, Selasa 22/03 2011 pukul 08.00 malam”.

PENA adalah majalah yang diterbitkan oleh Atase Pendidikan Kedutaan Besar RI (KBRI) Riyadh untuk masyarakat Indonesia di Arab Saudi. Kebetulan, kami berdua (saya dan istri) menjadi editornya (hehe., sekalian nambah kas keluarga ceritanya :D).

Demikianlah, kalimat pembuka diawal tulisan ini senantiasa ‘meramaikan’ kondisi rumah kami setiap 3 bulan sekali.

Memiliki deadline berarti positif, dimana kita memiliki satu batas waktu untuk menyelesaikan suatu tugas. Setidaknya, kita pasti memiliki ancang-ancang dan tahapan-tahapan untuk menyelesaikan tugas tersebut. Alhamdulillah, jika tugas yang kita miliki dapat diselesaikan dengan sempurna. Astagfirullah, jika ternyata tugas kita masih jauh dari selesai…

Semua orang pasti pernah mengalami hal yang serupa terkait per-deadline-an ini. Ketika kita memiliki suatu tanggal pasti (tenggat akhir untuk melakukan suatu tugas), segala sumber daya yang kita miliki (terutama waktu, tenaga dan pikiran) pastinya akan dikerahkan seoptimal mungkin untuk menyelesaikan tugas tersebut.

Entah mengapa, ada suatu kenikmatan tersendiri yang dirasakan, apalagi ketika kita benar-benar menyelesaikannya di detik-detik akhir, alias menjadi seorang deadliners.

Entahlah, sepertinya ada sebuah kekuatan lebih ketika kita mengerjakannya pada detik-detik terakhir. Pikiran kita jauh lebih konsentrasi dan fokus, terkadang dalam waktu singkat pekerjaan-pekerjaan ternyata bisa dilakukan dengan baik.

Coba bandingkan ketika suatu pekerjaan yang tidak memiliki deadline, atau memiliki deadline yang panjang. Mengerjakan pekerjaan dengan cara bertahap terkadang justru membutuhkan waktu yang lebih lama ketimbang dikerjakan mendekati deadline. Ketiadaan deadline, nampaknya cenderung membuat kita dihinggapi rasa malas atau bekerja kurang efektif, betul? (Mungkin ini hanya berlaku untuk orang-orang tipe deadliners J )

Namun walau bagaimanapun, sepertinya kebiasaan deadliners atau procrastination (penundaan) harus dikikis sedikit demi sedikit… Mengapa?

Jika kita renungkan lebih jauh lagi, sesungguhnya ada hal yang sangat penting dalam kehidupan ini namun tidak kita ketahui kapan deadline-nya. Hal itu tidak lain adalah umur kita! Tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan deadline umurnya akan tiba. Untuk yang satu ini kita tidak punya pilihan lain, selain untuk senantiasa berusaha agar…

TIDAK MENJADI ORANG-ORANG YANG SUKA MENUNDA-NUNDA

DAN BERLEHA-LEHA!!!

Untuk itu, kita harus CERDAS!

Kriteria apa sehingga kita bisa disebut cerdas?

Ibnu Umar menceritakan, Aku datang menemui Nabi s.a.w., bersama sepuluh orang, lalu salah seorang Anshar bertanya, “Siapakah orang yang paling cerdas dan paling mulia wahai Rasulullah?” Kemudian Nabi s.a.w. menjawab, “Orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya, mereka itulah orang-orang yang cerdas, mereka pergi dengan membawa kemuliaan dunia dan kehormatan akhirat [H.R. Ibnu Majah]

Semoga kita tergolong kedalam apa yang Rasulullah sebutkan diatas… Aamin

Riyadh, 24 Maret 2011

*picture taken from orgjunkie.com


Minggu, 20 Maret 2011

Being a Housewife is not easy...but Happy :)


Menjadi ibu rumah tangga bagi saya tidaklah mudah, memerlukan waktu adaptasi yang tidak singkat… mungkin begitu juga yang dialami para new mom lainnya..


Dari yang terbiasa berhadapan dengan buku, laptop, dan aktivitas ‘aktualisasi diri’ di kampus, aksi turun ke jalan, tidak pernah terjun ke dapur karena makanan selalu dihidangkan oleh mamah atau paling tidak tinggal beli di warung-warung. Tiba-tiba setelah menikah harus ikut suami, menjalani hidup sebagai ibu rumah tangga tanpa asisten, Then, imagine what happen next?


Ketika awal di Saudi, belum ada akses internet di rumah, Mau masak, bingung cari resep, sudah ada resep masih juga bingung. Saya bahkan tidak tahu seperti apa kemiri, laos, kemangi.. dan bumbu-bumbu dapur lainnya… setelah saya tahu, ternyata saya sudah lama kenal dengan bumbu-bumbu tersebut hanya saja saya tahu namanya dalam bahasa sunda… :p


Karena biasa di rumah bumbu-bumbu dinamai dengan bahasa sunda, sedangkan resep dari internet itu bahasa Indonesia, dan belanja pake bahasa inggris.. alhasil kalo mau masak mikirnya yang lama..


Setelah lahir putri pertama kami, waktu mulai terasa sangat cepat berlalu, harus pintar-pintar bagi waktu untuk pekerjaan-pekerjaan rumah yang laa yantahiy (tak ada akhirnya) seperti; beberes, cuci piring, nyetrika dengan kegiatan mengaji, ‘belajar’ (baca buku, blogwalking, menulis, kebiasaan-kebiasaaan tersebut tidak boleh ditinggalkan, jika ditinggalkan bisa bikin unhappy he..he..), dan amanah lainnya.


Saya jadi teringat beberapa tahun ketika masih kuliah dulu, saya selalu berpendapat bahwa, memasak dan pekerjaan rumah tangga lainnya insyaAllah akan bisa dengan sendirinya, bisa karena biasa… tak perlu lah ada semacam pelatihan memasak dan keterampilan khusus akhwat lainnya, toh setiap akhwat itu unik, biarlah mereka melakukan apa yang sesuai dengan bakat dan kecenderungannya…


Hmm….Ya ternyata saat ini saya baru menyadari bahwa… Pendapat saya tersebut SALAH BESAR!!! Setiap akhwat atau muslimah hendaknya terbiasa atau setidaknya nggak anti dengan pekerjaan kerumah tanggaan (seperti memasak, mencuci, bersih-bersih rumah, mendekorasi rumah..dsb)


Mengapa? walaupun kita mampu membayar seorang asisten/khadimat/yang bantu-bantu pekerjaan rumah, kita tidak akan pernah tahu di masa depan nanti, kita akan menjadi apa, dimana dan seperti apa… ketika kita ditakdirkan untuk ikut suami ke luar negeri misalnya untuk melanjutkan studi atau bekerja… (pengalaman pribadi hehehe) tidak ada pilihan lain selain harus bisa memasak,,, karena jika tidak, sulit menemukan makanan halal, atau kurang suka dengan jenis makanan di negera tsb… apalagi jika sudah ada putra atau putri kecil yang menuntut kita untuk senantiasa kreatif memasak masakan sehat dan bergizi…


Atau ada yang berpikiran “ tenang saja.. insyaAllah bisa dengan sendirinya… “

Betul sekali, nanti juga bisa sendiri, tapi, kekakuan tangan dan otak kita ketika melakukan pekerjaan baru akan menguras waktu dan tenaga kita… percaya deh.. jika kita sudah terbiasa melakukan pekerjaan-pekerjaan itu sebelum menikah.. insyaAllah kita akan lebih mudah dan lebih produktif menjalani peran kita sebagai ibu rumah tangga..


Belajar mencintai apa yang harus kita lakukan.. love what we do.. ternyata tidaklah mudah jika tidak diiringi dengan keikhlasan… ingat kan kisah Fatimah ra. Putri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam?


*he..he.. tulisan ini adalah pengingat bagi diri saya sendiri agar senantiasa terus belajar menjadi istri dan Ibu yang lebih baik… so.. bagi para akhwat biasakan diri ya.. tidak ada kata terlambat untuk belajar dan berlatih.. (sekedar saran… boleh setuju boleh tidak ^_^v )

Rabu, 16 Maret 2011

Oleh-oleh dari Raker Bid.Puan Riyadh

Taushiah yang disampaikan oleh ummu Atikah, disarikan dari buku Mencari Pahlawan Indonesia (karya Ust Anis Matta).

“Seorang pahlawan tidak membuang energi untuk memikirkan bagaimana posisinya di dalam sejarah manusia, yang mereka pikirkan adalah posisi terhormat di mata Allah SWT..”

Mukmin sejati ialah pahlawan itu…
Mereka bukanlah pahlawan kesiangan yang mengejar posisi di hadapan manusia
Mereka memiliki AMBISI SEJATI
Ambisi yang sebenarnya
Ambisi yang disyari’atkan
yaitu MERAIH RIDHA ALLAH SWT…
Ambisi sejati ini yang mendorong para pahlawan untuk terus berkompetisi,
Ya berkompetisi, fastabiqul khairat dalam beramal shaleh...

Semoga kita dapat menjadi bagian dari para pahlawan tersebut…

Minggu, 06 Maret 2011

TED and TEDx Conference


Apa sih TED?? pertanyaan ini saya lontarkan ketika saya dan suami sedang melihat sebuah video seorang berkebangsaan india bernama Pranav Mistry yang mempresentasikan tentang penemuannya ‘The sixth sense’ pada sebuah acara bernama TED.


Yang menarik adalah bukan hanya produk dan penemuannya akan tetapi di akhir presentasinya, Pranav Mistry ini memiliki keinginan untuk kembali membangun negerinya memberikan kontribusi untuk masyarakatnya, dari kawah candradimuka MIT kembali ke india…


Ternyata tak hanya Pranav Mistry yang memiliki ide luar biasa.. ada William Kwamkamba, di Indonesia ada bapak Nurul, dan sejumlah pembicara-pembicara lainnya…


kita bisa belajar banyak hal dari mereka…


Disarikan dari informasi di Youtube (Presentasi TEDx Bandung @ITB) dan Wikipedia, inilah TED:

TED ini kepanjangan dari Technology, Entertainment and Design.. yang mulai diinisiasi oleh Richard Saul Wurman pada tahun 1984. Pada tahun itu, 3 bidang tersebut berjalan sendiri-sendiri. Munculah ide untuk menyatukan ketiganya karena potensinya jika dikolaborasikan. Diselenggarakanlah konferensi bernama TED secara berkala. Pada perkembangannya tidak hanya 3 bidang tadi yang dibahas pada event ini, tetapi ada juga bisnis, fenomena sosial, kultur, pendidikan, seni, ilmu pengetahuan dan bidang lainnya yang bahkan sulit dikategorikan. Pembicara-pembicara yang luar biasa dihadirkan seperti Bill gates, Al Gore, etc.. pada konferensi tersebut bahkan audiens-nya pun diseleksi. Tiket untuk mengikutinya luar biasa mahal, yaitu seharga USD $ 4000.


Ya, pada awalnya TED memang elitis, sampai akhirnya pada tahun 2006, TED diambil alih oleh Chris Anderson seorang kurator asal Inggris. Dia me’revolusi’ TED (yang memiliki tagline ideas worth spreading) menjadi sebuah wadah pembelajaran.. dia menggratiskan video-video TED dan juga memperbolehkan TED diselenggarakan secara independent (yang dinamakan TEDx) di Negara manapun. Video-video tersebut pun di translasikan ke lebih dari 79 bahasa oleh ribuan volunteer. Pada tahun pertama ada 250 penyelenggaraan konferensi TEDx diseluruh dunia, tahun kedua meningkat menjadi lebih dari 1000 konferensi. Luar biasa perkembangannya!!


Cita-cita Chris Anderson adalah membuat ‘Harvard without building’

Belajar tidak lagi dibawah tekanan, tidak lagi dalam ruang-ruang kelas, belajar langsung dari orang-orang yang ahli di bidangnya, saling memberi inspirasi dan bersama membuat inovasi global.


Alhamdulillah saat ini akses internet membuat kita bisa belajar banyak hal, sehingga tidak ada alasan untuk gaptek, gapfo (gagap informasi he..he..), dan juga tidak ada alasan untuk berhenti belajar. So, harus tetep up to date dengan informasi dan teknologi... perbesar terus kapasitas diri!


Bersyukur hingga saat ini masih merasakan haus akan ilmu, lezatnya belajar, nikmatnya membaca dan menulis…


Semoga ilmu yang didapat bisa menjadi ilmu yang bermanfaat, bekal dan amal jariyah yang pahalanya senantiasa mengalir… Aamin Ya Rabb